Jambi– Angkutan batubara yang kembali membandel dengan melintasi jalan umum hingga menyebabkan kemacetan di Jalan kembali bikin gerah warga. Bahkan persoalan batubara ini kerap kali jadi isu dan bahan politik karena dinilai tak dapat diselesaikan oleh Al Haris sebagai Gubernur Jambi. Lantas apakah kewenangan soal Batubara ini ada ditangan Pemda?
Ombudsman RI perwakilan Jambi angkat bicara terkait hal itu. Lembaga negara pelayanan publik tersebut menilai kewenangan batubara itu sepenuhnya ada pada pemerintah pusat.
“Jadi soal batubara, Problem kita hari ini mengapa pemerintah provinsi tidak memiliki keleluasan dan kewenangan dalam hal mengatur dan mengatasi batubara itu. Ya karena urusan batubara ini wewenangnya semua ada di Pemerintah Pusat,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jambi, Saiful Riswandi dikutip JambiEkspres, Jumat (27/9/2024).
Kepala Perwakilan Ombudsman Jambi, Saiful Roswandi mengungkapkan, faktor terjadinya polemik tersebut lantaran tidak adanya kewenangan besar yang bisa diambil oleh pemerintah provinsi Jambi.
Menurutnya, polemik ini tidak akan berhenti sebelum ada aturan yang jelas dalam mengatur proses lalulintas angkutan batu bara di jalan Nasional.
“Sifatnya Gubernur itu kan hanya bisa mengimbau, ingat ya sifatnya himbauan atau larangan. Kalau hanya itu ya, berapa kuatnya, karena semua wewenang ada di Pemerintah Pusat,” bebernya.
Problem berikutnya, Ombudsman juga menyoroti soal regulasi angkutan kendaraan batubara melintas di jalan umum hingga terjadi macet. Menurut lembaga negara yang mengawasi soal kebijakan publik itu menilai bahwa tidak ada regulasi dan aturan yang jelas boleh tidak boleh melalui atau menempuh jalan umum. Apalagi tidak ada di undang-undang apa yang melarang untuk melewati jalan umum.
“Maka dari itu yang kita minta kepada pemerintah pusat hari ini adalah kembalikan semua kewenangan di pemerintah daerah,” terang Saiful
“Jika soal batubara diambil alih daerah, saya rasa, Pemda pasti bisa mengatur sendiri, lalu lintas jalan juga bisa ngatur sendiri, sumber daya alam pun Pemda bisa atur sendiri. Karena yang tahu penderitaan dan yang tahu kemudahan dan kelancaran di daerah, tau segala macam kesusahan daerah itu ya pemerintah daerah (Provinsi/Kabupaten), bukan Pusat, makanya pusat jangan enaknya saja,” sambungnya.
Dengan tidak memiliki kewenangan yang jelas dan kuat, kata Saiful, pemerintah tidak memiliki daya tekan untuk menghentikan atau mencabut izin perusahaan.
“Dampak sosialnya bisa diatasi, proses bisnis batu bara bisa berjalan dengan baik, itu bagaimana, harus diatur dan itu memang tugas pemerintah, pertanyaannya itu pemerintah siapa?, karena ini kewenangannya pemerintah pusat, ini yang kita minta (diberikan kewenangan daerah),” paparnya.
Dampak hal tersebut lanjutnya, akan rentan terjadinya konflik sosial di tengah masyarakat.
“Sementara di sisi lain ada dampak sosial, apabila memang dibiarkan, ini kan persoalan sosial bukan regulasi, ini yang kita minta harus ada perimbangan,” bebernya.
Mengenai surat perjanjian dan pernyataan selama ini, kata Saiful, itu juga tidak memiliki kekuatan dan dasar hukum yang kuat.
“Itukan hanya sebatas kesepakatan, pelanggaran terhadap kesepakatan kan nggak ada delik hukumnya, jadi hal seperti itu memang harus diatur secara perundang-undangan yang berlaku dan sah, apakah itu berbentuk perundang-undang atau berbentuk Peraturan Menteri atau itu Perda,” sampainya.
Untuk itu, Saiful juga mendesak kepada anggota DPRD yang baru, untuk segera membuat peraturan daerah yang mengatur persoalan angkutan batu bara kedepannya.
“Ya harus, mereka harus berani membentuk peraturan daerah tentang angkutan batu bara, kalau ada bagaimana bentuknya itu baru jelas,” pungkasnya.
Discussion about this post